Janji Jokowi soal pertumbuhan ekonomi 7 persen tak pernah tercapai. Kenyataannya dalam 10 tahun terakhir justru stagnan dan ketimpangan kian menganga. Presiden Joko Widodo mengawali kepemimpinannya dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,79 persen pada 2015, melambat jika dibanding tahun sebelumnya sebesar 5,02 persen. Jika dikaitkan dengan janji politik Jokowi saat masa kampanye untuk periode pertama dan kedua kepemimpinannya yang sebesar 7 persen, pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini jelas jauh dari harapan. Realisasi pertumbuhan ekonomi yang rata-rata hanya sebesar 5 persen bahkan bisa dikatakan sebagai kegagalan mantan pengusaha kayu tersebut dalam pemerintahannya.
“Jadi artinya target yang ditetapkan oleh Jokowi dari kacamata RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) dua periode saya rasa gagal. Tidak tercapai. Meskipun ada kesempatannya, pertumbuhan ekonominya stagnan di angka 5 persen,”. Upaya Presiden Jokowi untuk mencapai pertumbuhan tinggi melalui hilirisasi pun pada kenyataannya tak dapat terealisasi. Pasalnya, di daerah-daerah eksplorasi tambang, jumlah kemiskinan justru masih tinggi. Tidak inklusifnya pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tecermin dari pertumbuhan utang serta porsi pembayaran bunga utang yang terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Pada 2015 misalnya, utang pemerintah tercatat sebesar Rp3.165,13 triliun atau mencapai 26,84 persen terhadap PDB.
Jumlah tersebut melonjak pada tahun terakhir Presiden Jokowi menjabat. Pada 2018 jumlah utang Indonesia tercatat sebesar Rp4.418,30 triliun atau 29,98 persen dari PDB. Sementara pada 2020 total utang kembali melonjak di angka Rp6.162,00 triliun, dan per akhir Juni 2024 posisi utang outstanding kembali mengalami kenaikan hingga Rp8.444,87 triliun. Pencapaian Besar 10 tahun masa jabatan Jokowi
- Pembangunan Infrastruktur Salah satu fokus utama Jokowi adalah pembangunan infrastruktur. Dalam dekade ini, pemerintah telah menggelontorkan dana besar untuk membangun jalan tol, pelabuhan, bandara, dan jaringan kereta api. Proyek-proyek besar seperti Tol Trans-Jawa dan pengembangan kereta cepat Jakarta-Bandung menjadi simbol keberhasilan dalam meningkatkan konektivitas antarwilayah. Menurut data resmi, sekitar 366.000 kilometer jalan desa dan 2.700 kilometer jalan tol baru telah dibangun, yang berkontribusi pada pengurangan biaya logistik dan peningkatan aksesibilitas di daerah terpencil
-
.Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi Di bidang ekonomi, Jokowi berhasil menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia di kisaran 5% meskipun menghadapi berbagai tantangan global seperti fluktuasi harga komoditas dan pandemi COVID-19. Kebijakan fiskal yang adaptif dan dukungan terhadap sektor UMKM membantu mempercepat pemulihan ekonomi pascapandemi
-
Pemerataan Pembangunan Jokowi memperkenalkan konsep “Indonesia-sentris” dengan fokus pembangunan di luar Pulau Jawa. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah. Masyarakat merasa puas dengan kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sektor politik dan kesejahteraan sosial selama 10 tahun atau 2 periode.Sedangkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Presiden Jokowi dalam bidang hukum justru menurun. “Melemahnya kinerja lembaga penegak hukum, terutama terkait penanganan praktik korupsi serta berbagai pelanggaran hukum oleh aparat, berdampak terhadap persepsi masyarakat atas kinerja pemerintahan Presiden Jokowi pada bidang tersebut dalam 10 tahun pemerintahan,” kata peneliti Litbang Kompas Bestian Nainggolan saat dihubungi.Saiful menunjukkan dalam 10 tahun pemerintahan Jokowi (2014-2024, tingkat ketakutan bicara politik meningkat dari 22% menjadi 51%, ketakutan atas kesewenang-wenangan aparat penegak hukum naik dari 32% menjadi 51%, ketakutan ikut organisasi naik dari 14% ke 28%, ketakutan menjalankan agama naik dari 7% ke 21%, dan persepsi atas pelanggaran konstitusi dan undang-undang oleh pemerintah melonjak dari 40% ke 52%. Lebih jauh Saiful menunjukkan bahwa otokratisasi atau proses menuju keadaan Indonesia yang otokratik atau otoritarian ini dirasakan terutama oleh warga yang berpendidikan SLTP ke atas.Menurut Saiful, data-data ini menunjukkan gejala menurunnya kualitas demokrasi di Indonesia di masa pemerintahan Joko Widodo.
“Menurunnya kinerja demokrasi dari demokrasi yang hampir terkonsolidasi sebelum Presiden Jokowi memimpin menjadi otokrat atau otoritarianisme telah terjadi, terutama pada lima tahun terakhir Indonesia di bawah kepemimpinannya,” ungkap guru besar ilmu politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta tersebut. Tepat dua tahun Pemerintahan Jokowi-JK pada 20 Oktober 2016, terdapat banyak hal yang perlu disoroti. Beberapa catatan tersebut di antaranya terkait persoalan kebijakan politik, hukum, dan keamanan (Polhukam) yang perlu dievaluasi.
Pertama, Pemerintahan Jokowi-JK telah mengintervensi terlalu jauh urusan internal partai politik yang bersebrangan dengan pemerintah. Padahal dalam UU Partai Politik, Kementerian Hukum dan HAM hanya menjalankan keputusan pengadilan dengan menjalankan prosedur administrasi pengesahan partai politik,
Kedua, pencabutan 3.143 peraturan daerah oleh Pemerintahan Jokowi-JK tanpa kajian yang komprehensif, transparansi, pelibatan publik, dan koordinasi yang baik dengan pemerintahan daerah. Pembatalan Perda tahun ini adalah yang terbanyak untuk kurun waktu satu tahun berjalan. Perda yang dibatalkan termasuk Perda pendidikan gratis seperti Perda Nomor 5 Tahun 2009 Kabupaten Sarolangun Jambi tentang Penyelenggaraan Pendidikan Dasar dan Menengah Gratis serta Perda Nomor 5 Tahun 2014 Kabupaten Kayong Utara Kalimantan Barat tentang Pendidikan Gratis. Padahal sebelumnya Kemendagri mengatakan Perda yang dicabut hanya Perda investasi, retribusi, dan pajak.